Si Vespa Gembel

Ketika si "Vespa Gembel" diatas aspal jalanan,,,!!!

        Tampilan motor vespa yang bagai teronggok sia-sia, diselubungi daun dan sebagainya itu, justru disengaja. Karena itulah disebut sebagai vespa gembel, hasil modifikasi para penggemarnya. vespa rombengAdalah sebagian anggota komunitas vespa yang bernama Maskot, yang tinggal diseputaran Pamulang, Banten. Begitu lihat vespa yang mereka kendarai, terlihat beda dengan tampilan vespa pada umumnya.

Komunitas Maskot biasanya menyebut motor nyentrik mereka itu sebagai aliran vespa ekstrim. Sementara orang luar mengenalnya sebagai vespa gembel.

       Tampilan sengaja dibikin hancur lebur, kayak rongsokan. Hanya mesin yang performanya dibikin bagus.

Dari mulai dudukan toilet, angkoran sapi, sampai binatang yang diair keras, bisa ikut menghiasi. Singkat kata, tak ada batasan. Terserah imajinasi yang punya vespa. Termasuk modifikasi ukuran panjang vespa.

Ngak tau kebetulan atau bukan, tampilan vespa yang berkesan urakan tapi dengan mesin yang siap buat dibawa jalan jauh, seperti mencerminkan kepribadian para penggemarnya, yang terkesan cuek dan berangasan. Namun didalam hatinya sangat menjunjung persahabatan.   

       Rongsok dan rombeng apa bedanya? sebenarnya ga jauh, karena mereka masih satu saudara serumpun dalam kajian semantiknya (maknanya). Menurut KBBI, rombeng adalah sobek/rusak karena sudah tua, sementara rongsok adalah bejat atau rusak sama sekali.

bunga & kotak makan!Dua makna kata di atas sedikit mewakili kondisi puluhan vespa yang hari Sabtu-Minggu lalu (17-18 September) ikut andil bagian dalam ulang tahun Scroob (Scooter Blitar) ke-13 yang diadakan di lapangan Nglegok, arah utara dari kota Blitar.

Seperti event di Sidoarjo lalu, event ini super atraktif bagi saya. Lebih rame, lebih banyak pesertanya, dan lebih variatif vespanya. Sayang saya datang di hari Minggu pagi, dan hanya bisa mengabadikan beberapa vespa yang masih setia berdiri di lapangan yang panas berdebu.

siapa yg mau tidur di sespan berbantal ban?Kali ini, saya lebih tertarik dengan vespa rongsok atau vespa rombeng atau vespa gembel. Tapi, vespa-vespa ini hanya dekil, tua, dan bagi sebagian orang mungkin tak layak untuk ditunggangi. Berbeda dengan arti rongsok/rombeng versi KBBI, vespa rongsok ini masih bisa digunakan, bahkan diajak berlari dan balapan dengan motor Jepang.

Berikut gambaran vespa rongsok/rombeng yang bagi saya terasa aneh, nyleneh, dekil, tapi juga atraktif dan ajaib.

KEBERSAMAAN di dalam komunitas Vespa tidak perlu disangsikan. Hal ini tak hanya berlaku di satu klub saja. Namun di manapun mereka berada dan berpapasan dengan club lainnya, dengan cepatnya mereka dapat berbaur.

Melupakan perbedaan yang ada satu sama lain yang ada hanyalah persamaan nasib sebagai pengendara Vespa.

“Secara data, saya belum tahu komunitas sepeda motor apa yang keberadaanya paling banyak di Indonesia. Tapi di manapun sepengetahuan saya, komunitas Vespa mudah kita temui. Bicara soal kebersamaan, boleh dikatakan mereka cukup kuat,” ujar Putu Artawan , penggemar Vespa sejak era 1990-an.
Namun apa yang menyebabkan ikatan antar mereka begitu kuat? Putu menambahkan, kekuatan tersebut lebih karena homogenitas. Dengan begitu lebih mudah mengekspresikan diri. Tetapi apakah seluruh anggota yang ada betul-betul menggemari scooter Italia tersebut?

Ternyata tidak.

“Kalau dikatakan kebersamaan cl

ub Vespa tinggi, memang benar. Namun apakah semua adalah penggemar? Tidak juga, umumnya mereka lebih memilih bergabung lantaran acara touring. Bukan menyelami apa sebenarnya sepeda motor ini,” ungkap pengoleksi peralatan rumah tangga antik itu.

Oleh sebab itu tidak jarang jika kendaraan asal Pontedra, Italia ini dimodifikasi dengan menghilangkan ciri khas Vespa. Akibatnya, membuat Vespa sering dianggap sebelah mata. Padahal motor bermesin samping tersebut diciptakan oleh para insinyur penerbangan ditahun 1940-an.

“Agar masyarakat umum tidak lagi memandang sebelah mata terhadap Vespa. Saya berharap muncul wadah bagi penggemar bukan pengendara Vespa. Dengan begitu filosofi tinggi scooter ini tetap bisa terjaga bahkan berada diposisi yang paling tinggi,”

Masalah keselamatan menjadi hak dan tugas orang lain, bukan milik bersama

Diantara komunitas tersebut memiliki kebanggaan yang sama terhadap Vespa, akan tetapi beberapa diantaranya memiliki persepsi berbeda tentang seni. Akibatnya terdapat perbedaan signifikan tentang pemahaman Vespa Antik, ada yang berorientasi kepada kadar dan kekentalan primitif dan ada kepada naturalis dan eksotisnya.


Vespa dahulu sering disebut dengan scooter atau sekuter. Entah apa dasarnya disebut sekuter, mungkin saja ada kaitannya  kendaraan ini dengan dua rodanya yang kecil maka disebut sekuter. Kendaraan jenis ini sangat digemari di tanah air mulai era 1965 - 1980-an bahkan hingga saat ini walau dalam bentuk yang “lain.”

Banyak ditemukan jenis sekuter Vespa di Indonesia, misalnya pabrikan Piagio, Lambretta, NSU, Zundap dan Bajaj. Negara-negara penghasil skoter jenis Vespa ini antara lain adalah Italia, India,  Brazil dan  Jerman. Akan tetapi diantara negara tersebut yang paling terkenal adalah pabrikan Piagio buatan Italia.

Vespa Piagio dalam berbagai jenis dan varian telah mulai hadir di Italia pertama sekali pada tahun 1884 tepatnya di Genoa, Italia. Pendiri Vespa sendiri adalah Rinaldo Piagio yang memiliki usaha konstruksi dan karoseri besi dan pengolahan baja. Pabrik Piagio ini lalu diteruskan oleh anaknya Enrico Piagio yang mulai fokus pada kendaran simpel. Maka pada tahun 1947 diproduksi Scooter pertama dengan sebutan Vespa Super Piagio. Setelah itu produksi Vespa Piagio mulai marak tahun 1949 -1950-an.

Di Indonesia sendiri, Vespa baru dikenal sejak tahun 1960-an yaitu Vespa Congo. Kendaraan ini diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada pasukan TNI (Garuda) yang pulang dari misis PBB di Congo, Afrika.

Vespa ini bentuknya kecil dan kurang pas sebetulnya untuk ukuran prajurit TNI yang menuntut penampilan yang macho dan elegan. Maka banyak diantara Vespa Congo itu diberikan kepada keluarga mereka. Lantas beberapa keluarga itu kemudian  menjual kembali ke pihak lainnya sehingga rata-rata kepemilikan Vespa Congo itu lebih banyak dimiliki pihak sipil ketimbang pihak militer yang pulang dari Congo.

Setelah muncul jenis Congo itu, muncullah beberapa varian lainnya misalnya jenis  Super, jenis PTX 83, jenis PX , jenis 150 GS dan  jenis LXV 125 dan sebagainya. Dan seiring dengan revolusi dibidang disain Vespa, ternyata revolusi selera pun mengalami perubahan yang signifikan baik di Luar Negeri maupun di Indonesia.

Revolusi selera terhadap Vespa bagi komunitas pemakai Vespa dan pecinta Vespa  negeri orang dibanding di Indonesia sama-sama mengalami pergeseran yang  ekstrim dan agresif, tapi perbedaannya yang paling menyolok adalah jenis selera yang berbanding terbalik. 

Jika di luar negeri orang mencari Vespa lama untuk dimodigfikasi menjadi benda yang antik, elegan dan romantis, di Indonesia justru (sebagian besar) memodifikasinya menjadi jenis Gembel, Angker, Kolot atau vespa berkarat dan kesannya jorok atau kotor.

Jika di luar negeri orang mencari Vespa jenis terbaru namun tetap mempertahankan ciri khas Vespa yang tambun, di negeri kita justru mempretelin ketambunannya. Bahkan sengaja mencari yang paling jelek, kotor, angker dan kusam. Semakin berkarat akan semakin antik lah di mata para komunitas Vespa Gembel ini.


Ingin tampil gaya tapi tidak mengutamakan keselamatan. Vespa terbakar seperti ini pun masih bisa digunakan untuk gaya

Vespa Gembel sekarang mulai marak. Ada yang menyebutnya dengan istilah Vespa Gembel, Vespa Sampah ada juga yang menyebutnya Vespa Anker (Peang) dan ada juga menyebutnya Vespa Primitive, namun ada juga yang menyebutnya dengan Vespa Antik. Apapun sebutannya dikalangan komunitas Vespa ini ternyata ada saling silang pendapat tentang selera Vespa Antik.

Banyak komunitas Vespa antik di tanah air kita. Ada komunitas yang berorientasi kepada visi primitive, yakni memiliki Vespa yang gembel bahkan segembel-gembelnya. Semakin gembel sang Vespa akan semakin tinggi perhatian orang. Sang pemilik akan merasa bangga jika banyak mata memperhatikan benda “antik: miliknya. 

Jumlah komonitas Vespa Antik di Indonesia sangat banyak, tak kurang dari 261  komunitas yang tersebar di 33 Provinsi setanah air. Diantara komunitas itu ada  yang berbeda soal definisinya tentang Vespa Antik dan selera seninya terhadap Vespa antik.

Di antara komunitas yang dikenal luas  antara lain adalah sebagai berikut : Vespa Antique Club (VAC) Bandung;  Jayapura Vespa Club JVC Jayapura; Scooter Enggang Club (SEC) Pontianak; Roekoen  Scooter Maongaoni Club (RCM) Manado, VOG’S Salatiga; MPC Bengkulu Selatan, SSC Pematang Siantar, PVP Palembang, SSC Surabaya, AVC-KVC- VRC-ASC  dan lainnya  (Jakarta); LSC Langsa (Aceh) dan lain sebagainya.

Bagi penganut selera naturalis dan eksotis sedikit tidaknya membawa mereka pada nuansa yang lebih maju dan sesuai dengan selera komunitas pencinta Vespa di luar negeri. Tapi, apa yang terjadi dengan komunitas Vespa Gembel?


Tidak tahu kita sebetulnya apa yang ada dalam benak dan perasaan mereka ketika memacu Vespa bututnya di tengah keramaian kota bahkan saat menuju ke luar kota. Soal penampilan gembel memang  menjadi sesuatu yang sangat tidak kepalang nikmatnya bagi mereka, tapi apakah mereka paham soal keselamatan? Untuk yang satu ini mungkin tak perlu bagi mereka karena dalam pikiran mereka, soal keselematan harusnya jadi kewajiban orang lain yang akan berpapasan atau menyalib mereka, karena  -anggapannya- mereka adalah para gembel yang patut diberi prioritas dan perhatian.

Akibat pemahaman yang keliru ini, pernah sekali waktu penulis berpapasan dengan pengemudi dan penumpang vespa gembel yang sedang acer acting dalam perjalan pulang dari Cianjur menuju Bandung. Sebelum tiba di kota Padalarang (dari Cianjur)   bertemu dengan beberapa Vespa Gembel yang sedang in action.

Vespa yang paling depan berusaha mengelak lubang dengan sudut tajam dan hentakan yang cepat, akibatnya dua orang penumpangnya tumpah ke luar dari tempat duduknya dan nyungsep ke parit di bahu jalan.

Pengemudinya hanya tertawa-tawa seperti tidak ada masalah menyaksikan teman (penumpangnya) nyungsep ke parit dan menghentikan kendaraannya dengan tiba-tiba begitu saja. Akibatnya, beberapa kendaraan lain di belakangnya  harus mengerem tiba-tiba juga, kuatir sekali menyenggol “Harley Davidson” yang satu ini. Jadi perkara keselamatan jangan tanya, karena yang terpenting bagi mereka adalah gembel dan cari perhatian.


Bagaimana dengan Polisi yang melihat fenomena ini? Jangankan  bertanya dan menangkap, kelihatannya Polisi malah buang muka melihat “bongkahan”  sampah berjalan ini. Tak ada gunanya menghabiskan energi kepada kendaraan yang satu ini, kata polisi dalam hatinya. Mau ditangkap juga mau diletakin kemana? Akan tetapi apa sikap Polisi jika sikap Vespa Gembel ini memakan korban, entah menabrak kendaraan atau orang lain atau anggotanya yang jadi korban akibat kelalaian dalam menjaga keselamatan penumpangnya? Apakah Polisi memaafkan karena disebut gembel?


Tidak mengutamakan prinsip universal ataukah hanya mengutamakan hak berkreatifitas saja..?

Yang musti diperhatikan juga oleh Polisi adalah kelengkapan surat-surat Vespa Gembel ini, bahkan sewaktu-waktu perlu memeriksa apa isi sesungguhnya Vespa Gembel ini, siapa tahu ada isi yang mengandung barang-barang yang “terlarang” dari jaringan khusus yang menggunakan kendaraan ini untuk alat transportasinya. Apa benada terlarang itu..? Saya tidak berani menyebutkannya, mungkin saja Gas ukuran 3 Kg, Kompor atau beling dan besi tajam atau apalah selain dari itu..

Jika ada yang berselera antik tapi tetap memelihara ciri khas Vespa yang romantis dan naturalis, mengapa harus ada yang kumal, dekil dan primitive seperti itu? Jika itu adalah seni juga dan selera atau hak masing-masing, mengapa tidak memperhatikan kaidah berlalu lintas dan terutama sekali adalah menjaga keselamatan penumpangnya dan orang lain?

Apa jadinya jika pencipta Vespa pertama dari negeri asalnya (Rinaldo Piagio) melihat Vespanya  kini jtelah dimodivikasi seperti  beberapa gambar di atas  oleh komunitas Vespa gembel?

Apakah ada hak istimewa untuk Vespa Gembel, atau tidak adakah komunitas Vespa lainnya yang sebetulnya merasa nilai-nilai yang lebih elegan dan akhirnya merasa risih melihat Vespa  kebanggannya  dipermak dan diperlakukan sangat tidak berarti..:?

Meskipun seni itu hak masing-masing orang, tapi di manakah letak nurani dan jalan berpikir tentang memperlakukan Vespa menjadi Vespa Gembel seperti  ini..? Apakah ini  eksresi yang ekstrim ataukah sebuah  seni yang patut diberi hak yang sama?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

monggo di komen